Bab 4-2: Tempat Tinggal / Masyarakat Berkelanjutan Desa Prout Edisi Kedua

 

○Saluran Limbah Rumah Tangga  

Untuk membangun rumah yang mandiri dan harmonis dengan alam, masalah saluran limbah rumah tangga juga harus diselesaikan. Limbah utama yang dihasilkan rumah tangga berasal dari mesin cuci, dapur, wastafel, kamar mandi, dan toilet, namun pertama-tama, saluran limbah akan menggunakan sistem penyaringan alami, di mana air limbah diserap ke dalam tanah melalui lubang yang digali di dekat rumah. Secara sederhana, kerikil atau pasir diletakkan di dalam lubang, dan limbah diserap ke dalam tanah dari sana.


Saluran limbah menggunakan pipa tanah liat (pipa terakota). Pipa ini dibuat dengan membakar tanah liat pada suhu lebih dari 1000°C. Pipa ini memiliki kekuatan, ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap bahan kimia, serta umur fungsional yang panjang, dan merupakan bahan yang dapat kembali ke alam.


Dan sangat penting untuk menggunakan deterjen, sabun, dan pasta gigi yang tidak mencemari lingkungan. Sabun dan sampo yang terbuat dari minyak esensial (essential oils) tidak menggunakan bahan baku berbasis minyak bumi atau bahan kimia, sehingga dapat terurai sepenuhnya setelah dibuang. Selain itu, alkohol etanol untuk disinfeksi juga dapat digunakan. Etanol memiliki komponen antibakteri yang dapat menekan pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit. Etanol ini dibuat dari sumber daya alam seperti tebu, sehingga dapat dikembalikan langsung ke tanah dan dapat ditanam secara terencana. Untuk mencuci piring dan pakaian, air panas dengan suhu di atas 70°C juga dapat digunakan. Air panas memiliki sifat membunuh bakteri dan menghilangkan minyak, serta menghilangkan kotoran dan bau. Setelah itu, deterjen yang berasal dari bahan alami dapat digunakan.


Mengenai pasta gigi, hampir semua bahan dalam pasta gigi yang dijual di pasaran adalah bahan kimia, sehingga tidak dapat terurai sepenuhnya. Oleh karena itu, pasta gigi tersebut tidak akan digunakan. Penggunaan xylitol atau fluor pada pasta gigi bisa dipertimbangkan. Selain itu, gigi harus dibersihkan dengan sikat gigi dan benang gigi (floss). Menggunakan sikat gigi saja tidak dapat membersihkan sekitar 50% gigi, sementara sisa makanan dan kotoran di antara gigi harus dibersihkan dengan benang gigi yang tipis. Setidaknya, jika kedua hal ini tidak dilakukan setelah setiap makan, banyak orang akan mengalami gigi berlubang.


Dengan cara ini, kita dapat menghindari penggunaan bahan kimia dan memastikan bahwa limbah diserap ke dalam tanah tanpa mencemari tanah.


○Toilet Biogas

Pengolahan kotoran dari toilet dilakukan dengan menggunakan toilet biogas berteknologi flush air. Toilet ini memanfaatkan pembangkit listrik biomassa, dari mana gas, listrik, atau hidrogen dapat dihasilkan dan digunakan. Di setiap rumah, disediakan tangki penampung air hujan untuk keperluan toilet flush, mandi, pemanas air, dan mencuci. Dengan mempertimbangkan masalah kelangkaan sumber daya air di masa depan, sistem ini juga bertujuan untuk mengurangi konsumsi air dari sungai atau danau.  


Selain itu, tisu toilet yang digunakan terbuat dari bahan alami seperti bambu, yang dapat terurai secara alami.  


Sebagai catatan penting, apabila gas metana bocor dari tangki pembersih toilet biogas, perlu diperhatikan lokasi dan instalasi untuk menghindari akumulasi gas di dalam ruangan seperti toilet. Hal ini penting karena ada kasus di mana percikan listrik dari sirkuit elektronik memicu kebakaran dan ledakan.  


Di sisi lain, salah satu masalah yang sering terjadi saat bencana seperti gempa bumi adalah ketersediaan toilet. Toilet flush berbasis air tetap dapat digunakan tanpa listrik, namun jika terjadi gangguan pasokan air, maka air tidak dapat mengalir. Dengan menyediakan mekanisme manual untuk memindahkan kotoran ke tangki toilet, masalah kekurangan toilet saat bencana dapat teratasi.  


Jika toilet biogas tidak dapat digunakan, pertimbangkan penggunaan toilet bio. Di dalam tangki toilet bio diisi dengan bubuk bambu atau serbuk kayu untuk mencampur dan memecah kotoran menjadi kompos. Toilet bio tidak memerlukan air dan tidak membutuhkan pengangkutan limbah. Bubuk bambu di dalamnya perlu diisi ulang atau diganti secara berkala. Toilet bio menggunakan sistem pemisahan antara tinja dan urin. Hal ini dilakukan karena kadar air yang tinggi dapat menghambat proses fermentasi, sementara urin menghasilkan bau. Tangki toilet juga dipanaskan menggunakan energi matahari untuk mempercepat proses dekomposisi.  


Selain itu, popok sekali pakai untuk bayi dan perawatan lansia biasanya dibuat dari hasil penebangan hutan. Pembakaran popok bekas yang basah membutuhkan panas tinggi, yang menghasilkan emisi karbon dioksida lebih banyak. Oleh karena itu, popok kain menjadi pilihan utama. Penggunaan popok berbahan serat kimia dapat menyebabkan iritasi, sehingga bahan alami lebih disarankan.  


Karena setiap hunian di Desa Prout menerima kehadiran bayi, lansia, atau orang yang membutuhkan perawatan khusus, semua hunian harus dilengkapi dengan mesin cuci kecil untuk popok kain serta area pencucian. Sistem pembuangan air limbah dari pencucian ini menggunakan metode infiltrasi alami ke tanah.  


Dalam masyarakat mandiri seperti Desa Prout, tidak ada supermarket atau toko serba ada , sehingga tidak terdapat sampah dari kantong plastik, botol PET, kaleng, atau botol kaca yang tidak dapat terurai secara alami. Dengan demikian, sampah yang tersisa hanya berupa sampah organik atau wadah yang dapat terurai secara alami. Sampah ini sebagian besar diolah terlebih dahulu menggunakan toilet biogas untuk diubah menjadi energi. Jika toilet biogas tidak dapat digunakan, kompos menjadi alternatif. Prinsip kompos sama seperti toilet bio, yaitu mencampur sampah organik dengan bubuk bambu atau serbuk kayu untuk diuraikan oleh mikroorganisme.  


Dengan cara ini, limbah rumah tangga seperti air limbah, kotoran, dan sisa makanan diolah langsung di setiap rumah. Air limbah diolah sendiri dan dikembalikan ke tanah, sehingga sungai dan laut tetap jernih serta layak untuk diminum. Selain itu, ekosistem air kembali ke kondisi aslinya yang kaya dan berkelimpahan.  



○Pencetakan 3D


Printer 3D dapat menggunakan filamen PLA yang dibuat dari pati seperti tebu, jagung, atau kentang, sehingga dapat terurai secara alami di lingkungan.  


Di Desa Prout, para penghuni menggunakan printer 3D untuk memproduksi barang kebutuhan sehari-hari secara gratis dengan memanfaatkan sumber daya lokal.  


Dengan printer 3D, gambar 3D yang dibuat di layar komputer dapat langsung dicetak menjadi bentuk fisik. Oleh karena itu, data desain yang dibuat oleh desainer dapat dibagikan secara online, memungkinkan setiap penghuni untuk memilih desain favorit mereka atau membuat desain mereka sendiri. Aturan penggunaan printer 3D dan desain produk yang diproduksi adalah sebagai berikut.  


- Prioritas utama bahan untuk barang kebutuhan sehari-hari adalah menggunakan bahan mentah yang dapat diperoleh di mana saja di dunia.  

- Bahan yang menjadi pilihan utama adalah sumber daya tanaman yang dapat diperbaharui, seperti filamen PLA yang terbuat dari pati, bambu, atau kayu yang kokoh dan mudah tumbuh, serta dapat kembali ke alam secara alami.  

- Gunakan bahan yang dapat didaur ulang.  

- Hindari bahan yang mencemari lingkungan alami.  

- Tidak menggunakan bahan yang berasal dari hewan, seperti kulit hewan.  

- Printer 3D harus dapat memproduksi printer 3D lainnya. Hal ini memungkinkan pemerintah daerah di wilayah lain membangun infrastruktur secara cepat, termasuk dalam situasi bantuan bencana.  


Berdasarkan aturan ini, fasilitas produksi juga bertugas memperbaiki produk serta mengolah peralatan elektronik bekas menjadi bahan mentah untuk digunakan kembali.  


○Tungku Listrik dan Tungku Peleburan

Logam merupakan bahan untuk infrastruktur publik, rumah tinggal, dan peralatan elektronik. Untuk membuat logam dan kaca dari sumber daya mineral, diperlukan tungku peleburan. Jenis tungku ini biasanya berupa tungku peleburan berukuran kecil hingga sedang atau "tatara." Tatara adalah tungku berbentuk persegi rendah yang terbuat dari tanah liat dan merupakan metode kuno yang telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan bakar untuk menyalakan api biasanya adalah arang kayu atau arang bambu.  


Jumlah produksi barang di pemerintah daerah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat berbasis uang. Namun, karena penggunaan arang tetap menghasilkan emisi karbon dioksida, total emisi dari semua daerah perlu diperhitungkan. Berdasarkan hal ini, tungku listrik kecil hingga sedang juga dipertimbangkan. Jika tungku listrik dapat dijalankan sepenuhnya dengan energi terbarukan dari pemerintah daerah, maka opsi ini akan menjadi prioritas.  


Dengan cara ini, besi, tembaga, aluminium, dan kaca dapat diproduksi. Produksi hanya dilakukan sesuai kebutuhan penduduk, dan logam juga didaur ulang di tempat ini. Karena melibatkan suhu tinggi, panas yang dilepaskan ke udara akan disimpan di baterai pasir atau digunakan untuk proses seperti menghilangkan minyak dari bambu, jika fasilitas mendukung.  


○Pabrik Semikonduktor Skala Kecil

Peralatan rumah tangga dan perangkat elektronik di sekitar kita hampir semuanya menggunakan semikonduktor. Semikonduktor adalah komponen kecil yang berfungsi untuk mengirim sinyal radio, mengontrol volume speaker, mengatur motor, serta melakukan perhitungan atau pengaturan timer.  


Biasanya, semikonduktor diproduksi di pabrik besar yang bernilai ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Namun, dalam masyarakat yang menerapkan konsep swasembada seperti Desa Prout, semikonduktor juga akan diproduksi dan dikonsumsi secara lokal sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, pabrik semikonduktor dirancang menjadi skala kecil, mirip dengan kumpulan 3D printer yang berukuran kecil.  


Selain semikonduktor, komponen lain seperti resistor, kapasitor, transformator, dioda, dan transistor yang dipasang pada papan sirkuit cetak akan diproduksi menggunakan 3D printer.  


Dengan alur ini, material logam yang diperoleh dari sumber mineral akan digunakan untuk memproduksi semikonduktor dan papan sirkuit cetak di pabrik kecil, yang kemudian dirakit menjadi produk jadi. Dengan menggantikan pabrik berskala besar menjadi pabrik kecil dan memanfaatkan sumber daya lokal, produksi dapat dilakukan seminimal mungkin dan dampak lingkungan dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, pendekatan ini juga memastikan bahwa komponen utama tidak dimonopoli oleh pihak tertentu, sehingga dapat diakses oleh semua pihak. Semua proses ini akan dilakukan di fasilitas produksi pemerintah daerah.  


○Penggunaan Terbatas Beton

Dalam masyarakat berbasis uang, dua material utama yang digunakan untuk pelapisan jalan di seluruh dunia adalah aspal dan beton. Di beberapa desa, jalanan berbatu digunakan untuk meningkatkan estetika, dan dalam kasus seperti itu, beton juga dapat digunakan. Selain itu, beton juga digunakan pada dinding terowongan dan kereta bawah tanah.  


Aspal dibuat dari minyak mentah, sehingga menghasilkan emisi karbon dioksida dalam proses produksinya. Untuk beton, bahan semen yang digunakan untuk mengeraskan tanah mengandung batu kapur, yang ketika dibakar pada suhu di atas 900°C akan menjadi kapur tohor (quicklime) dan melepaskan karbon dioksida. Selain itu, bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara digunakan untuk proses pembakaran ini, sehingga emisi karbon dioksida terjadi dua kali lipat. Menurut beberapa statistik, emisi karbon dioksida dari produksi semen mencapai 8% dari total dunia, dan di Jepang mencapai 4%.  


Alasan penggunaan beton adalah karena jalan yang dilalui kendaraan berat memerlukan kekuatan yang cukup, permukaan yang halus memungkinkan kendaraan mengurangi konsumsi energi, serta bangunan besar seperti gedung bertingkat dan apartemen memerlukan material yang kuat. Selain itu, beton menjadi pilihan karena biaya produksinya yang relatif murah dan mudah didapat.  


Di berbagai tempat dalam kehidupan sehari-hari, beton digunakan dalam jumlah besar. Namun, penggunaan berlebihan ini telah menyebabkan kelangkaan pasir dan kerikil yang sesuai secara global, hingga terjadi perebutan pasir antarnegara. Karena itu, beberapa wilayah mulai membatasi pengambilan pasir. Meskipun batu kapur, bahan baku semen, dianggap memiliki cadangan melimpah, sumber daya ini tetap terbatas dan akan habis jika digunakan secara berlebihan.


Di balik penggunaan berlebihan ini terdapat alasan untuk menghasilkan uang, baik oleh negara, perusahaan, maupun individu. Beton telah menjadi bahan yang tak tergantikan dalam kehidupan sehari-hari, namun emisi karbon dioksida perlu dikurangi untuk menghadapi perubahan iklim. Oleh karena itu, penting untuk membatasi penggunaan beton hanya pada bagian tertentu dalam kehidupan, serta mengurangi total penggunaannya secara keseluruhan.


Sebagai contoh, di Desa Prout, tidak akan ada pembangunan gedung bertingkat atau apartemen yang menggunakan beton, sehingga penggunaan beton dalam jumlah besar dapat dikurangi. Selain itu, pondasi rumah lebih diprioritaskan dengan metode batu penyangga , sehingga penggunaan pondasi beton juga akan berkurang. Tiang-tiang rumah dibuat dari pohon Paulownia berumur pendek, dan dindingnya dari jerami, sehingga beton tidak digunakan sama sekali.


Untuk transportasi penduduk, di dalam pemerintah daerah , kendaraan bermotor dengan kecepatan maksimum 20 km/jam digunakan, sedangkan perjalanan jarak menengah hingga jauh antar pemerintah daerah dilakukan dengan kereta. Oleh karena itu, tidak ada penggunaan beton untuk jalan tol. Namun, beton tetap dibutuhkan untuk rel kereta, terowongan yang memerlukan kekuatan tinggi, serta jembatan. Jalan-jalan dalam pemerintah daerah juga memerlukan beton, tetapi tidak perlu memiliki jaringan jalan yang kompleks seperti di kota-kota dalam masyarakat berbasis uang. Penggunaan beton dibatasi seminimal mungkin. Jalan ini diprioritaskan menggunakan batu paving, sehingga konsumsi beton semakin ditekan, dan pemandangan pemerintah daerah menjadi lebih indah. Penggunaan beton lainnya hanya untuk tanggul, dan jika diperlukan, untuk bendungan.


Dengan mengurangi jumlah penggunaan beton secara keseluruhan, dan jika kita tidak lagi hidup dalam masyarakat berbasis uang, maka emisi karbon dioksida yang dilepaskan dapat dikurangi secara signifikan.

Batu kapur untuk beton dapat ditemukan di seluruh dunia, sementara minyak bumi untuk aspal terbatas. Karena cadangan minyak bumi sudah hampir habis, maka beton akan menjadi pilihan utama untuk pengaspalan jalan.

Selain itu, teknologi untuk mendaur ulang beton yang sudah dibuat juga telah dikembangkan, jadi jika itu memungkinkan, maka mendaur ulang beton akan menjadi prioritas utama.


Di Jepang, ada juga batu buatan (Chōshichi tataki) yang ditemukan pada zaman Meiji, saat tidak ada alat konstruksi besar. Batu buatan ini digunakan dalam proyek besar seperti pembangunan pelabuhan teluk dan saluran irigasi. Batu buatan ini terbuat dari campuran 10 bagian pasir yang terbentuk dari pelapukan granit dan 1 bagian kapur. Di tempat-tempat yang tidak dapat memperoleh pasir tersebut, terkadang digunakan tanah liat atau abu vulkanik yang sesuai.


Batu buatan ini memiliki sifat mengeras di dalam air, dan digunakan dengan menggabungkan tanah liat dan batu alam, membentuk lapisan pelindung tebal di luar rangka bangunan seperti tanggul dan pintu air. Dalam hal ini, sekitar 10 cm tanah liat dimasukkan di antara batu-batu alam, dan batu-batu tersebut tidak saling bersentuhan. Kemudian, dipadatkan dengan dipukul dari atas menggunakan tongkat pemukul. Oleh karena itu, banyak tenaga manusia yang dibutuhkan.


Batu buatan ini juga dihargai karena dapat kembali ke alam secara alami. Oleh karena itu, jika dapat digunakan pada jalan-jalan pemerintah daerah dalam hal kekuatan dan aspek lainnya, ini juga bisa menjadi pilihan.


Lebih lanjut, metode pengikat tanah berkembang dengan mencampurkan 100 bagian tanah, 40 bagian pasir, 30 bagian kapur, dan air magnesia, kemudian mengeras. Beberapa rumah dibangun dengan dinding menggunakan metode ini.


Dalam hal ini, jenis tanah menentukan bahan pengikat yang digunakan. Untuk tanah yang mengandung banyak pasir, pengikatnya menggunakan semen, sedangkan untuk tanah yang lebih lengket, pengikatnya menggunakan kapur. Kapur dibuat dengan menambahkan air ke dalam kapur hidup. Bahan dan proporsi campuran bervariasi tergantung pada karakteristik tanah, yang mempengaruhi bagaimana tanah tersebut mengeras.


Ke depan, jika metode untuk mengikat tanah seperti beton tanpa menggunakan kapur ditemukan, ini bisa menjadi pilihan. Namun, pada saat ini, dengan membatasi penggunaan beton dan beralih dari masyarakat berbasis uang, kita dapat meminimalkan emisi karbon dioksida sebanyak mungkin.



コメントを投稿

0 コメント